Monday, March 12, 2007

Inovasi atau Invensi ? Penting mana ?

Sejak puluhan tahun, manusia selalu membuat invensi atau penemuan. Setiap
penemuan ini akan sangat berperan dan merasuk dalam kehidupan manusia modern
saat ini. Akan tetapi, sadarkah jika invensi-invensi tersebut tidak semuanya
dipergunakan untuk kelangsungan hidup manusia? Sadarkah bahwa invensi
tersebut pada awalnya hanya berupa angan-angan belaka? Bahkan mungkin pada
jamannya dianggap mimpi di siang bolong?

Kita lihat salah satu contoh yang terjadi saat ini. Antariksa atau luar
angkasa. Dari dulu manusia hanya dapat memandangi angkasa sebagai bagian
dari bumi dan tanah. Manusia saat itu memandang luar angkasa berupa seperti
tirai hitam raksasa yang selalu berubah dari terang dan gelap. Namun, jika
bukan karena mimpi ada orang yang akan naek ke luar angkasa, bahkan merapat
ke bulan. Itu awalnya hanya mimpi, dan dongeng. Akan tetapi jika kita
memandang sejarah, mungkin kita akan mentertawakan orang yang saat itu
mentertawakan orang yang bermimpi itu. Dan mimpi itu kemudian perlahan-lahan
diwujudkan dalam bentuk penemuan-penemuan yang sebelumnya tidak masuk akal.
Dari penemuan tersebut kemudian dilakukan inovasi menjadi sebuah invensi
baru dan pada akhirnya manusia pun berangkat ke bulan.

Dari sini, penting mana invensi atau inovasi?
Menjawab pertanyaan ini, seperti menjawab duluan mana antara ayam dan telur.
Namun jika menjawab pertanyaan terakhir lebih ke arah spiritual dan
keyakinan akan Sang Penguasa Alam Semesta, menjawab pertanyaan pertama akan
lebih kepada pemikiran dan logika.

Invensi merupakan langkah awal dari sebuah peningkatan. Invensi dibuat untuk
menjawab mimpi-mimpi yang ada. Akan tetapi hanya menjawab mimpi, bukan
menjawab apa yang dibutuhkan oleh manusia. Sedangkan kita sebagai manusia
lebih mengetahui bahwa kita tidak hanya membutuhkan jawaban akan mimpi,
tetapi menjawab kebutuhan kita sendiri. Dari sini, manusia membuat banyak
jawaban dari mimpi mimpi yang ada hingga kemudian didapat jawaban akan
kebutuhan dengan melakukan pengembangan. Pengembangan ini bisa bersifat
"lean" atau kecil bisa juga "major" alias besar, bahkan "revolusi" alias
lompatan besar. Dan ini yang disebut inovasi. Dan inovasi ini kemudian akan
menjawab banyak pertanyaan hidup manusia, bukan sekedar mimpi.

Akan tetapi, secara kodrat manusia tidak mudah untuk puas. Manusia melakukan
inovasi-inovasi hingga menciptakan banyak kebutuhan baru. Seperti contoh
yang dapat terlihat, jaman dulu kita kalau bisa kita dalam berbisnis tidak
mengutang alias bermodalkan pada diri sendiri. Penemuan-penemuan terus
bermunculan sehingga memunculkan kebutuhan akan peminjaman modal. Peminjaman
modal berarti utang. Dan ini adalah kebutuhan baru yang tercipta karena
adanya inovasi.

Dan saat manusia dalam kondisi terjepit, biasanya akan muncul revolusi dalam
invensi maupun inovasi. Dapat terlihat pada saat perang. Setiap perang akan
menghasilkan banyak Invensi maupun Inovasi tergantung kepada kebutuhan.
Sebelum perang, pesawat terbang yang dipergunakan masih berupa pesawat
terbang konvensional dan dalam perang pula muncul invensi teknologi mesin
jet hingga meng-inovasi bentuk dan kebutuhan dari hidup manusia dalam
kondisi perang dan kemudian disesuaikan untuk kebutuhan damai. Dan itu akan
terus berlangsung hingga sekarang ini.

Jadi, masih pentingkah pertanyaan "Penting mana, invensi atau inovasi?"

Safety Factor

Safety Factor adalah salah satu poin terpenting dalam alat transportasi.
Banyak kecelakaan maupun tragedi yang terjadi karena Safety Factor
dikesampingkan dengan alasan ekonomi. Paling mudah adalah penggunaan ban
yang di vulkanisir berulang kali (padahal ada masa pakainya), namun dipakai
untuk ngebut dan bawa beban berat.

Masihkah anda semua ingat akan tragedi dimana seluruh penumpang sebuah
armada bus terbakar hidup-hidup saat terjadi kecelakaan dimana bus tersebut
mengambil bahu jalan untuk menyalip. Dan parahnya, alat safety untuk darurat
sudah pada hilang, lalu pintu juga tidak dapat dibuka karena menggunakan
hidrolis.

Semuanya kembali kepada masalah ekonomi dan ujung-ujungnya adalah efisiensi
karena cost yang besar. Padahal, dengan adanya kecelakaan, jelas cost yang
ditanggung hampir 4x lipat lebih besar daripada saat investasi untuk Safety
Factor (Tools, maupun Maintenance). Tidak percaya? Coba dirunut ke awal
dengan mengambil contoh bus yang terbakar. Harga sebuah palu penyelamat
mungkin paling mahal adalah 50rb per buah dan dalam 1 bus musti ada 3 atau 4
unit. Berarti investasi 200rb. Lalu melakukan maintenance pada pintu. Paling
mahal mencapai 3 jt. Total mencapai 3,5 jt. Dan kecelakaan terjadi disusul
kebakaran, maka cost recovery untuk kecelakaan tersebut ada beberapa faktor,
yaitu harga bus dan modifikasinya, biaya penggantian barang bawaan.

Tapi dengan dihilangkannya safety factor ini, lihat saja urutannya. Dengan
terbakar hidup-hidup seluruh penumpang (anggap sja 60 penumpang), maka biaya
santunan harus diperhitungkan. Karena adanya korban jiwa, jelas sekali
minimal mencapai 50jt per orang (tapi kita tahulah bagaimana hukum berjalan
di Indonesia. Konteks di sini dalam kaitannya dengan hukum yang berlaku dan
ditaati) maka mencapai 3 milyar untuk penumpang. Belum lagi dilihat dari
harga bus, harga dan yang lainnya hingga kasar-kasarnya mencapai 5 milyar
belum termasuk pemulihan nama baik yang biayanya tidak sedikit.

Jadi, apa masih perlu mengesampingkan Safety Factor?

Sunday, March 04, 2007

Tragedi atau Parodi?

Suatu sistem pemerintahan yang baik, adalah melihat suatu kebutuhan
masyarakat jangka pendek dan mempersiapkan segala sesuatunya untuk masa
depan atau jangka panjang sesuai dengan kemampuan pemerintah dan rakyatnya
sendiri. Aturan sudah berhamburan keluar dari yang namanya wakil rakyat dan
eksekutif. Ide baik banyak bermunculan. Akan tetapi, mengapa yang disebut
negara Indonesia tidak dapat maju? Yang maju hanya perut sebagian orang,
bahkan jika dibandingkan dengan 200jt rakyat Indonesia (apakah tetap sekian
atau tidak, sudah kurang mengetahui karena sensus penduduk sudah tidak
digembar-gemborkan), yang perutnya maju karena kenyang) tidak lebih dari 0,1
%.

Permasalahan yang terjadi selalu sama dan terulang, yaitu mencari kambing
hitam. Yang selalu terjadi, jika ada masalah maka bukan penyelesaiannya
tetapi siapa atau apa yang dapat dijadikan kambing hitam? Diambil saja
contoh paling baru, yaitu banjir di kota Jakarta. Yah... Jakarta. Ibukota
negara besar yang kata orang lempar tongkat ke tanah maka akan tumbuh jadi
pohon berbuah lebat. Yah.. sekali lagi.

Jakarta tempo hari adalah sebuah parodi yang sungguh tidak dan sangat tidak
lucu. Lihat saja, banjir terjadi di hampir 70% wilayah daratan ibu kota dan
dengan lantang bahwa banjir besar biasa terjadi dalam siklus 5 tahunan. Ini
sungguh lelucon yang sangat tidak lucu. Jika terjadi setiap 5 tahun, lalu
apa tindakan sebaiknya untuk mengantisipasi bukan malah menyalahkan alam.
Alam telah berubah karena ulah manusia juga. Mari kita runut hingga ke
belakang.

Jakarta dibelah oleh belasan sungai besar dan kecil serta telah terdapat
jalur khusus pengendali banjir. Tetapi mengapa tetap banjir? Saat awal
Januari 2007, memang hujan terus turun tiada henti dengan curah hujan yang
cukup tinggi, baik di ibukota sendiri maupun di kota Bogor sebagai sumber
banyak titik mata air sungai-sungai di Jakarta. Air mengalir tiada bermata,
turun dan turun hingga titik yang paling rendah. Kemudian bergulir lagi,
memasuki selokan. Selokan kemudian masuk ke kali kecil dan dari kali kecil
masuk ke sungai. Trilyunan butir air turun dari langit membasahi bumi,
kemudian bergabung dan dipecah menjadi ratusan selokan. Dari ratusan selokan
tersebut masuk ke puluhan kali kecil dan dari kali kecil masuk ke belasan
sungai yang ada.

Itu adalah sesuatu yang ideal. Faktanya adalah, trilyunan butir air yang
jatuh membasahi bumi ternyata tidak semuanya masuk ke selokan karena selokan
sudah buntu. Mau kemana lagi butiran air tersebut lari? Tidak lain dan
tidak, adalah ke permukaan tanah datar yang ada. Dan trilyunan butir air
terus berjatuhan seakan sedang mengisi bak mandi hingga penuh. Dan saat
penuh tidak ada selokan yang berfungsi, maka yang terjadi air akan luber
naik ke badan jalan. Dan dari badan jalan air akan terus mencari titik
terendah. Jika tidak ketemu, jelas permukaan air akan terus naik dan naik
dan naik hingga permukaan air tertinggi akan menemukan jalan lain ke selokan
yang masih berfungsi. Ternyata selokan yang masih berfungsi juga menerima
curahan dari selokan buntu lainnya sehingga bilyunan butir air yang
berkumpul tersebut malah "reuni" dan menjadi kolam raksasa seperti bak mandi
yang diisi hingga luber. Permukaan air meningkat hingga langsung bertemu
dengan kali kecil. Permukaan air yang telah tinggi kemudian terjaga
ketinggiannya saat kali kecil tersebut menerima luberan, akan tetapi kali
kecil tersebut juga menerima "order" diluar angkutan air, yaitu angkutan
sampah. Dan ini membuat kali kecil menjadi tersumbat hingga permukaan air
menjadi lebih tinggi lagi hingga akhirnya bertemu sungai.

Dan ternyata, sungai pun telah penuh dengan sampah, sehingga dasar sungai
menjadi lebih tinggi dari seharusnya dan hal ini membuat kapasitas sungai
menjadi rendah sehingga air yang telah tinggi tidak terangkut dengan baik.
Air pun luber ke sisi sungai dan pada akhirnya membuat banjir.

Jadi, apa yang terjadi dan apa yang menyebabkan banjir sebenarnya? Curah
hujan yang tinggi atau sampah?